Polemik Lahan SMAK Dago, PT GMI Ditetapkan Negara Sebagai Penerima Hak

    Polemik Lahan SMAK Dago, PT GMI Ditetapkan Negara Sebagai Penerima Hak

    Kota Bandung, - PT Graha Multi Insani kembali meluruskan kabar soal BPSMK yang mengklaim perihal kepemilikan lahan SMAK Dago.

     

    Melalui keterangan resmi yang dikeluarkan pada Kamis (01/08/2024), PT. GMI mengklaim jika pihaknya merupakan penerima pelepasan hak atas tanah yang dilakukan oleh Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK).

     

    Pihak Direksi dalam keterangan tertulisnya, menyebut bahwa pada tahun 1978, pihak BPSMK telah menyewa bangunan diatas tanah dari PLK selama 10 tahun. Akan tetapi, ketika masa sewa HGB PLK habis masa berlakunya, pihak BPSMK tak bersedia menyerahkan bangunan yang disewanya dari PLK.

     

    “Oleh sebab itu, mulai tahun 1991 PLK menggugat BPSMSK dan kemudian perkara ini berkekuatan hukum pada tahun 1997, dimana PLK secara hukum telah diakui eksistensinya sebagai pemilik tanah dan bangunan. Selanjutnya, BPSMK diwajibkan mengembalikan bangunan yang disewanya pada PLK, ” tulis PT Graha Multi Insani melalui keterangan resminya.

     

    Direksi PT GMI kembali menjelaskan, masa sewa HGB PLK yang telah habis tersebut, dimanfaatkan oleh BPSMK untuk melakukan proses sertifikasi dengan mengajukan permohonan kepada pihak Depkeu guna melakukan pengelolaan tanah dan bangunan.

     

    “Depkeu memberikan BPSMK rekomendasi untuk melakukan sertifikasi pada tahun 2003. Agar PLK tidak dapat memasuki lahan tersebut, pihak BPSMK menugaskan ormas-ormas sebagai penjaga tanah, ” jelas Direksi PT GMI.

     

    Bukan hanya itu, pihak BPSMK kemudian menghancurkan bangunan yang telah disewanya dari PLK. Sehingga, putusan incracht tahun 1997 yang mewajibkan BPSMK untuk mengembalikan bangunan yang disewa, tak dapat dieksekusi.

     

    “Sementara, bangunan yang disewa BPSMK tersebut, termasuk dalam bangunan cagar budaya yang harus dilestarikan. Sehingga PT Graha Multi Insani dapat menyimpulkan bahwa tindakan penghancuran bangunan, adalah tindakan maupun upaya manipulasi hukum oleh BPSMK untuk menggagalkan eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, ” bunyi keterangan tertulis pihak Direksi PT. GMI.

     

    Selanjutnya, pada tahun 2002 PLK telah mengajukan gugatan TUN kepada Depkeu dan BPSMK, yang kemudian berkekuatan hukum tetap pada 2008. Lalu, oleh pihak Peradilan TUN, Depkeu diperintahkan untuk memproses pengeluaran aset milik PLK dari daftar aset negara berupa tanah seluas 20.905 meter persegi berikut bangunan sekolah di Jalan Ir. H. Juanda nomor 93, Kota Bandung.

     

    “Meskipun terdapat putusan TUN, BPSMK tetap menjalankan rekomendasi Depkei dan mengajukan permohonan sertifikat ke BPN, sampai akhirnya terbit SHGB bernomor 30 atas nama BPSMK pada tahun 2010, ” tulisnya.

     

    Munculnya SHGB tersebut, memantik reaksi PLK yang kemudian melakukan gugatan TUN kepada BPN atas terbitnya SHGB bernomor 30 atas nama BPSMK.

     

    Alhasil, gugatan yang diajukan PLK itu langsung mendapat respon dari Peradilan TUN dengan ditetapkannya pembatalan terkait terbitnya SHGB bernomor 30 atas nama BPSMK.

     

    Bahkan, pihak BPN sebagai tergugat pun telah menerbitkan SK pembatalan SHGB atas nama BPSMK tersebut. SK pembatalan itu, dikeluarkan pada tahun 2016. “Yang memperjelas bahwa perolehan hak BPSMK atas tanah melalui Depkeu adalah tidak sah, ” jelasnya.

     

    Untuk mempertahankan hak kepemilikannya, pihak PLK kemudian menggugat kembali BPSMK terhadap kepemilikan tanah pada 2017 yang kemudian incracht sejak putusan kasasi Mahkamah Agung dan putusan PK pada tahun 2-21. Putusan itu, telah menyatakan jika PLK adalah pemilik tanah yang sah secara hukum, berikut batas-batas yang jelas.

     

    Untuk diketahui, sebelumnya beredar berita maupun informasi terkait pengerahan ormas Paskibar Laskar Kiansantang oleh pihak PLK.

     

    Sejatinya, pengerahan ormas tersebut, dilakukan guna mengantisipasi terjadinya aksi penyerobotan tanah yang dilakukan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab, dan tak memiliki dasar hukum yang jelas.

     

    Pihak PT Graha Multi Insani menjelaskan, PLK ialah pemilik lahan yang sah secara hukum berdasarkan putusan-putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

     

    Dijelaskan, bahwa PLK merpakan pemilik tanah tersebut semenjak tahun 1997. Bahkan, pada 16 November 2021 melalui peninjauan kembali, pihak PLK dinyatakan sebagai pemilik tanah yang sah.

     

    Sekedar informasi, putusan PK melalui putusan MARI nomor 657 PK/Odt/2021 tanggal 24 November 2021 telah memperkuat posisi PLK sebagai pemilik tanah yang sah.

     

    Akan tetapi, putusan tersebut seakan tak digubris oleh pihak-pihak yang disinyalir memiliki ambisi untuk melakukan upaya penguasan ataupun penyerobotan lahan yang telah menjadi hak PLK tersebut.

     

    Itu terlihat ketika dua kelompok ormas, yaitu Bandung Fighting Club atau BFC dan Baladhika Karya Jabar, berada di area SMAK Dago.

     

    Usut punya usut, ternyata salah satu ormas tersebut diketuai oleh oknum DPRD Kota Bandung berinisial E. Bahkan, sang ketua dari ormas Bandung Fighting Club tersebut, dikabarkan bakal maju dalam ajang Pilwali mendatang.

     

    Bahkan, menurut sumber informasi, E memiliki hubungan dengan salah satu pengusaha ternama di Kota Bandung berinisial YGW alias H. YGW atau H, diketahui seorang pengusaha yang bergerak di bidang hiburan malam.

     

    Tak hanya itu, YGW diduga memberikan dukungan terhadap E dalam upaya maupun tindakan penyerobotan tanah dengan menggunakan ormas BFC yang diketuai oleh oknum E.

     

    Kuat dugaan, E juga bekerjasama dengan YGW di bidang pengamanan. Itu terlihat para ormas BFC yang selalu bersiaga di tempat hiburan malam yang dikelola oleh YGW. (*)

    Riansyah

    Riansyah

    Artikel Sebelumnya

    Oknum DPRD Kota Bandung Diduga Jadi Dalang...

    Artikel Berikutnya

    Komandan Lanal Bandung Hadiri Rapat Paripurna...

    Berita terkait